Pers mahasiswa dinilai lemah
Pers kampus saat ini cenderung kurang diminati
oleh mahasiswa kampusnya sendiri. Berbeda jika dibandingkan dengan pers
mahasiswa pada tahun 30-70an. Pers sekarang boleh dibilang hanya menang pada
fisiknya saja bentuk dan kertasnya yang halus. Pers mahasiswa saat ini juga
cenderung tidak memiliki antusiasme untuk melakukan penerbitan yang teratur
dikampus.
Pada tahun 30an terdapat
banyak penerbitan pers mahasiswa yang bisa berfungsi sebagai terompet
kebangkitan nasionalisme indonesia. Demikian juga jika kita mau menengok pada
masa 70an. Universitas ternama dengan pers mahasiswanya yang sudah cukup
dikenal seperti UGM dengan Gelora Mahasiswa,
UI dengan Salemba, ITB Kampus, dan lain-lain yang berfungsi
sebagai terompet idealisme mahasiswa walau akhirnya dibredel pemerintah juga.
Tulisan ini tidaklah
bermaksud mengecilkan arti penting dari pers mahasiswa, tapi ini hanyalah
catatan untuk sekedar melihat kecenderungan yang ada berhubung adanya
pergeseran tuntuntan dari mahasiswa sendiri. Mungkin memang tidak boleh
disalahkan juga jika pers mahasiswa kurang mendapat sambutan hangat dari
mahasiswa kampusnya sendiri. Dari sekian banyak mahasiswa, hanya sebagian kecil
saja yang membaca terbitan pers mahasiswa dan menyisakan banyak terbitan yang
tidak terjual sebelum akhirnya siap menjadi rongsokan yang menumpuk di gudang
atau juga dimanfaatkan untuk bukti diri meminta bantuan kepada para almamater
yang kini telah menjadi “orang”. Siklus yang tidak memadai antara jerih payah
penerbitan pers mahasiswa dengan respon dari mahasiswa itu sendiri yang
menyebabkan pers mahasiswa menjadi sukar mempunyai kemandirian dan
profesionalisme, bahkan periodesitas penerbitan pun menjadi tidak sesuai dengan
yang dijanjikan, yang awalnya dijanjikan terbit setiap bulannya akhirnya malah
terbit setiap enam bulan sekali dan ketika terbit lagi orang-orang persnya
sendiri sudah berbeda lagi dengan orang-orang pers penerbitan sebelumnya.
Kini pers mahasiswa telah
bergeser orientasinya maupun eksistensinya. Mereka cenderung berubah menjadi
sebuah lembaga dalam arti luas yang banyak mencari bakat dan menyalurkan minat
mahasiswa. Sehingga pernerbitan pers mahasiswa hanya dapat dilakukan enam bulan
sekali, tapi sebagai lembaga kemahasiswaan yang katakanlah semi formal banyak
melakukan aktivitas diluar penerbitan seperti lomba karya ilmiah, seminar,
pelatihan kejurnalistikan, dan lain-lain. Ini akan menjadi pembahasan menarik
dan menimbulakan pertanyaan, apakah pers mahasiswa kuarang mampu melakukan
penerbitan sehingga orientasinya bergeser menjadi lembaga, ataukah adaptasi
mahasiswa yang perlu di dekatkan dulu dengan aktivitas lain diluar penerbitan
sebelum akhirnya melakukan penerbitan setelah enam bulan?
Ada baiknya juga para
pengelola pers mahasiswa itu sendiri mencoba untuk meneliti lebih jauh, apa
yang mahasiswa inginkan dari terbitan pers mahasiswa, pikirkan juga isi yang
kiranya relevan yang dibutuhkan mahasiswa?. Pers mahasiswa juga harus sedikit
mencoba hal yang baru dan unik dengan terbitannya, seperti pada tahun 20-40an
pers mahasiswa yang menjadi terompet kebangkitan nasional dan sekitar tahun
60an menjadi pendamping cita-cita kebangkitan orde baru maka tahun ini pers
mahsiswa juga sedikitnya harus mempunyai ciri realitas yang sama dengan
tahun-tahun lalu.
sumber : http://alfarisisalman92.blogspot.com/2011/10/pers-mahasiswa-dinilai-lemah.html